Tuesday, November 6, 2007

Cinta ?!?!?!?!?!?!

Mereka yang tidak menyukainya menyebutnya tanggung jawab,
Mereka yang bermain dengannya, menyebutnya sebuah permainan,
Mereka yang tidak memilikinya, menyebutnya sebuah impian,
Mereka yang mencintai, menyebutnya takdir.

Kadang Tuhan yang mengetahui yang terbaik, akan memberi kesusahan untuk menguji kita. Kadang Ia pun melukai hati, supaya hikmat-Nya bisa tertanam dalam.

Jika kita kehilangan cinta, maka pasti ada alasan di baliknya. Alasan yang kadang sulit untuk dimengerti tetapi harus diterima. Sesungguhnya, kita tetap harus percaya bahwa ketika Ia mengambil sesuatu, Ia telah siap memberi yang lebih baik.

Mengapa menunggu?
  • Karena walaupun kita ingin mengambil keputusan, kita tidak ingin tergesa-gesa.
  • Karena walaupun kita ingin cepat-cepat, kita tidak ingin sembrono.
  • Karena walaupun kita ingin segera menemukan orang yang kita cintai, kita tidak ingin kehilangan jati diri kita dalam proses pencarian itu.
Bukankah lebih baik menunggu orang yang kita inginkan, ketimbang memilih apa yang ada? Bukankah lebih baik menunggu orang yang kita cintai, ketimbang memuaskan diri dengan apa yang ada?

Lebih baik menunggu orang yang tepat arena hidup ini terlampau singkat untuk dilewatkan bersama pilihan yang salah, karena menunggu mempunyai tujuan yang mulia dan misterius. Ingatlah juga bahwa kebanyakan hal yang indah dalam hidup akan terbentuk dalam waktu yang lama.
  • Bunga tidak mekar dalam waktu semalam,
  • Kota Roma tidak dibangun dalam sehari,
  • Kehidupan dirajut dalam rahim selama sembilan bulan,
  • Cinta yang agung terus bertumbuh selama kehidupan.
Walaupun menunggu membutuhkan banyak hal - iman, keberanian, dan pengharapan - penantian menjanjikan satu hal yang tidak dapat seorangpun bayangkan.

Dalam penantian......ada pengharapan yang indah.

Saturday, November 3, 2007

6 Batu Ujian Cinta "Nothing Last Forever"

Oleh: Walter Trobish

Bagaimana kami tahu bahwa cinta kami cukup dalam untuk menghantar kami ke arah berdampingan seumur hidup, menuju kepada kesetiaan yang sempurna?
Bagaimana kami dapat yakin bahwa cinta kami ini cukup matang untuk diikat sumpah nikah serta janji untuk berdampingan seumur hidup sampai maut memisahkan?

Batu ujian yang pertama :
"Apakah kita bisa sama-sama merasakan sesuatu? Apakah aku ingin menjadi bahagia atau membuat pihak yang lain bahagia?"

Ujian ini merupakan ujian untuk merasakan sesuatu bersama. Cinta sejati ingin merasakan bersama, memberi, mengulurkan tangan. Cinta sejati memikirkan pihak yang lainnya, bukan memikirkan diri sendiri. Jika kalian membaca sesuatu, pernahkah kalian berpikir, aku ingin membagi ini bersama sahabatku? Jika kalian merencanakan sesuatu, adakah kalian hanya berpikir tentang apa yang ingin kalian lakukan, ataukah apa yang akan menyenangkan pihak lain? Sebagaimana Herman Oeser, seorang penulis Jerman, pernah mengatakan :

"Mereka yang ingin bahagia sendiri, janganlah kawin karena yang penting dalam perkawinan ialah membuat pihak yang lain bahagia. Mereka yang ingin dimengerti pihak yang lain, janganlah kawin karena yang penting di sini ialah mengerti pasangannya."

Batu ujian kedua :
"Apakah cinta kita memberi kekuatan baru dan memenuhi kita dengan tenaga kreaktif, ataukah cinta kita justru menghilangkan kekuatan dan tenaga kita?"

Ujian ini merupakan ujian kekuatan. Saya pernah menerima surat dari seorang yang jatuh
cinta, tapi sedang risau hatinya. Dia pernah membaca entah di mana, bahwa berat badan seseorang akan berkurang kalau orang itu betul-betul jatuh cinta. Meskipun dia sendiri mencurahkan segala perasaan cintanya, dia tidak kehilangan berat badannya dan inilah yang merisaukan hatinya. Memang benar, bahwa pengalaman cinta itu juga bisa mempengaruhi keadaan jasmani. Tapi dalam jangka panjang cinta sejati tidak akan menghilangkan kekuatan kalian bahkan sebaliknya akan memberikan kekuatan dan tenaga baru pada kalian. Cinta akan memenuhi kalian dengan kegembiraan serta membuat kalian kreaktif dan ingin menghasilkan lebih banyak lagi.

Batu ujian ketiga :

"Apakah kita benar-benar sudah punya penghargaan yang tinggi satu kepada yang lainnya? Apa aku bangga atas pasanganku?"

Ujian ini merupakan ujian penghargaan. Cinta sejati berarti juga menjunjung tinggi pihak yang lain. Seorang gadis mungkin mengagumi seorang jejaka, ketika ia melihatnya bermain bola dan mencetak banyak gol. Tapi jika ia bertanya pada diri sendiri, "Apakah aku mengingini dia sebagai ayah dari anak-anakku?", jawabnya sering sekali menjadi negatif. Seorang pemuda mungkin mengagumi seorang gadis, yang dilihatnya sedang berdansa. Tapi sewaktu ia bertanya pada diri sendiri, "Apakah aku mengingini dia sebagai ibu dari anak-anakku?", gadis tadi mungkin akan berubah dalam pandangannya.

Batu ujian keempat :

"Apakah kita hanya saling mencintai atau juga saling menyukai?"

Ujian ini merupakan ujian kebiasaan. Pada suatu hari seorang gadis Eropa yang sudah bertunangan datang pada saya. Dia sangat risau, "Aku sangat mencintai tunanganku,"
katanya, "
tapi aku tak tahan caranya dia makan apel." Gelak tawa penuh pengertian memenuhi ruangan. Cinta menerima orang lain bersama dengan kebiasaannya. Jangan kawin berdasarkan paham cicilan, lalu mengira bahwa kebiasaan-kebiasaan itu akan berubah di kemudian hari. Kemungkinan besar itu takkan terjadi. Kalian harus menerima pasanganmu sebagaimana adanya beserta segala kebiasaan dan kekurangannya.

Batu ujian kelima :

"Bisakah kita saling memaafkan dan saling mengalah?"

Ujian ini merupakan ujian pertengkaran. Bilamana sepasang muda mudi datang mengatakan ingin kawin, saya selalu menanyakan mereka, apakah mereka pernah sesekali benar-benar bertengkar - tidak hanya berupa perbedaan pendapat yang kecil, tetapi benar-benar bagaikan berperang. Seringkali mereka menjawab, "Ah, belum pernah, pak, kami saling mencintai." Saya katakan kepada mereka, "Bertengkarlah dahulu - barulah akan kukawinkan kalian." Persoalannya tentulah bukan pertengkarannya, tapi kesanggupan untuk saling berdamai lagi. Kemampuan ini mesti dilatih dan diuji sebelum kawin. Bukan seks, tapi batu ujian pertengkaranlah yang merupakan pengalaman yang "dibutuhkan" sebelum kawin.

Batu ujian keenam :

"Apakah cinta kita telah melewati musim panas dan musim dingin? Sudah cukup lamakah kita saling mengenal?"

Ujian ini merupakan ujian waktu. Sepasang muda mudi datang kepada saya untuk dikawinkan. "Sudah berapa lama kalian saling mencintai?" tanya saya."Sudah tiga, hampir empat minggu," jawab mereka. Ini terlalu singkat. Menurut saya minimum satu tahun bolehlah. Dua tahun lebih baik lagi. Ada baiknya untuk saling bertemu, bukan saja pada hari-hari libur atau hari minggu dengan berpakaian rapih, tapi juga pada saat bekerja di dalam hidup sehari-hari, waktu belum rapi, atau cukur, masih mengenakan kaos oblong, belum cuci muka, rambut masih awut-awutan, dalam suasana yang tegang atau berbahaya. Ada suatu peribahasa kuno, "Jangan kawin sebelum mengalami musim panas dan musim dingin bersama dengan pasanganmu." Sekiranya kalian ragu-ragu tentang perasaan cintamu, sang waktu akan memberi kepastian.

Thursday, November 1, 2007

Refleksi : Jagung

Seorang wartawan mewawancarai seorang petani untuk mengetahui rahasia dibalik buah jagungnya yang selama bertahun-tahun selalu berhasil memenangkan kontes perlombaan hasil pertanian. Petani itu mengaku ia sama sekali tidak mempunyai rahasia khusus karena ia selalu membagi-bagikan bibit jagung terbaiknya pada tetangga-tetangga di sekitar perkebunannya.

"Mengapa anda membagi-bagikan bibit jagung terbaik itu pada tetangga-tetangga anda? Bukankah mereka mengikuti kontes ini juga setiap tahunnya?" tanya sang wartawan.

"Tak tahukah anda?," jawab petani itu.

"Bahwa angin menerbangkan serbuk sari dari bunga-bunga yang masak dan menebarkannya dari satu ladang ke ladang yang lain. Bila tanaman jagung tetangga saya buruk, maka serbuk sari yang ditebarkan ke ladang saya juga buruk. Ini tentu menurunkan kualitas jagung saya. Bila saya ingin
mendapatkan hasil jagung yang baik, saya harus menolong tetangga saya mendapatkan jagung yang baik pula."

Mereka yang ingin meraih keberhasilan harus menolong tetangganya menjadi berhasil pula.
Mereka yang menginginkan hidup dengan baik harus menolong tetangganya hidup dengan baik pula.
Nilai dari hidup kita diukur dari kehidupan-kehidupan yang disentuhnya.