Alkisah, seorang petani menemukan sebuah mata air ajaib. Mata air itu bisa mengeluarkan kepingan uang emas yang tak terhingga banyaknya. Mata air itu bisa membuat si petani menjadi kaya raya seberapapun yang diinginkannya, sebab kucuran uang emas itu baru akan berhenti bila si petani mengucapkan kata "cukup".
Seketika si petani terperangah melihat kepingan uang emas berjatuhan di depan hidungnya. Diambilnya beberapa ember untuk menampung uang kaget itu. Setelah semuanya penuh, dibawanya ke gubuk mungilnya untuk disimpan di sana . Kucuran uang terus mengalir sementara si petani mengisi semua karungnya, seluruh tempayannya, bahkan mengisi penuh rumahnya. Masih kurang! Dia menggali sebuah lubang besar untuk menimbun emasnya. Belum cukup, dia membiarkan mata air itu terus mengalir hingga akhirnya petani itu mati tertimbun bersama ketamakannya karena dia tak pernah bisa berkata "CUKUP".
Hampir semua pegawai merasa gajinya belum sepadan dengan kerja kerasnya. Pengusaha merasa pendapatan perusahaannya masih di bawah target. Istri mengeluh suaminya kurang perhatiana atau sebaliknya. Anak-anak menganggap orangtuanya kurang murah hati. Semua merasa kurang dan kurang. Kapankah kita bisa berkata "CUKUP"?
"Cukup" tidak bisa diukur dengan berapa kekayaan materi yang dimiliki. Mengapa demikian?? Karena "cukup" adalah persoalan kepuasan hati. "Cukup" adalah kata yang hanya bisa diucapkan oleh orang yang bisa mensyukuri.
Tak perlu takut berkata "cukup". Mengucapkan kata "cukup" bukan berarti kita berhenti berusaha dan berkarya. "Cukup" jangan diartikan sebagai kondisi stagnasi, mandeg dan berpuas diri... Mengucapkan kata "cukup" membuat kita melihat apa yang telah kita terima, bukan apa yang belum kita dapatkan. Jangan biarkan kerakusan manusia membuat kita sulit berkata "cukup". Belajarlah mencukupkan diri (mensyukuri) dengan apa yang ada pada diri kita hari ini, maka kita akan menjadi manusia yang berbahagia.
Kahesi's liFe
sharing informations, making relationship, and working together... COME And JOIN Me!!!
Friday, March 6, 2009
Vacancy: MissionCARE
Kantor Pusat MissionCARE di Jakarta, lembaga pelayanan misi interdenominasi, dengan 15 kantor cabang di seluruh Indonesia, membutuhkan:
Kompleks Pasifik Plasa
Blok B-1 no. 18, Jl. Boulevard Barat Raya,
Kelapa Gading, Jakarta Utara – 14240
- Web-Admin: D-3 desain lisensi Adobe, Macromedia dan mengerti konsep HTML dan Web menggunakan Macromedia Dreamweaver.
- Sekretaris: wanita, S-1 Administrasi, atau D-3 Akademi Sekretaris.
- Staf penerbitan majalah: menguasai operasi desain grafis.
- Staf keuangan: wanita, menguasai akunting.
Kompleks Pasifik Plasa
Blok B-1 no. 18, Jl. Boulevard Barat Raya,
Kelapa Gading, Jakarta Utara – 14240
Thursday, March 5, 2009
Baiknya Memaafkan
Suatu ketika, ada seorang guru yang meminta murid-muridnya untuk membawa satu kantung plastik bening ke sekolah. Lalu, ia meminta setiap anak untuk memasukkan beberapa kentang di dalamnya. Setiap anak diminta untuk memasukkan sebuah kentang, untuk setiap orang yang tak mau mereka maafkan. Mereka diminta untuk menuliskan nama orang itu, dan mencantumkan tanggal di dalamnya. Ada beberapa anak yang memiliki kantung yang ringan, walau banyak juga yang memiliki plastik kelebihan beban.
Mereka diminta untuk membawa kantung bening itu siang dan malam. Ke mana saja, harus mereka bawa, selama satu minggu penuh. Kantung itu harus ada di sisi mereka kala tidur, diletakkan di meja saat belajar, dan ditenteng saat berjalan.
Lama-kelamaan kondisi kentang itu makin tak menentu. Banyak dari kentang itu yang membusuk dan mengeluarkan bau yang tak sedap. Hampir semua anak mengeluh dengan pekerjaan ini. Akhirnya, waktu satu minggu itu selesai. Dan semua anak, agaknya banyak yang memilih untuk membuangnya daripada menyimpannya terus menerus.
Teman, pekerjaan ini setidaknya memberikan hikmah spiritual yang besar sekali buat anak-anak. Suka-duka saat membawa-bawa kantung yang berat akan menjelaskan pada mereka bahwa membawa beban itu sesungguhnya sangat tidak menyenangkan. Memaafkan sebenarnya, adalah pekerjaan yang lebih mudah daripada membawa semua beban itu kemana saja kita melangkah.
Ini adalah sebuah perumpamaan yang baik tentang harga yang harus kita bayar untuk sebuah kepahitan yang kita simpan dan dendam yang kita genggam terus menerus. Getir, berat, dan merupakan aroma yang tak sedap, bahkan bisa jadi itulah nilai yang akan kita dapatkan saat memendam amarah dan kebencian.
Sering kita berpikir, memaafkan adalah hadiah bagi orang yang kita beri maaf. Namun, kita harus kembali belajar bahwa pemberian itu adalah juga hadiah buat diri kita sendiri. Hadiah untuk sebuah kebebasan. Kebebasan dari rasa tertekan, rasa dendam, rasa amarah, dan kedegilan hati.
Mereka diminta untuk membawa kantung bening itu siang dan malam. Ke mana saja, harus mereka bawa, selama satu minggu penuh. Kantung itu harus ada di sisi mereka kala tidur, diletakkan di meja saat belajar, dan ditenteng saat berjalan.
Lama-kelamaan kondisi kentang itu makin tak menentu. Banyak dari kentang itu yang membusuk dan mengeluarkan bau yang tak sedap. Hampir semua anak mengeluh dengan pekerjaan ini. Akhirnya, waktu satu minggu itu selesai. Dan semua anak, agaknya banyak yang memilih untuk membuangnya daripada menyimpannya terus menerus.
Teman, pekerjaan ini setidaknya memberikan hikmah spiritual yang besar sekali buat anak-anak. Suka-duka saat membawa-bawa kantung yang berat akan menjelaskan pada mereka bahwa membawa beban itu sesungguhnya sangat tidak menyenangkan. Memaafkan sebenarnya, adalah pekerjaan yang lebih mudah daripada membawa semua beban itu kemana saja kita melangkah.
Ini adalah sebuah perumpamaan yang baik tentang harga yang harus kita bayar untuk sebuah kepahitan yang kita simpan dan dendam yang kita genggam terus menerus. Getir, berat, dan merupakan aroma yang tak sedap, bahkan bisa jadi itulah nilai yang akan kita dapatkan saat memendam amarah dan kebencian.
Sering kita berpikir, memaafkan adalah hadiah bagi orang yang kita beri maaf. Namun, kita harus kembali belajar bahwa pemberian itu adalah juga hadiah buat diri kita sendiri. Hadiah untuk sebuah kebebasan. Kebebasan dari rasa tertekan, rasa dendam, rasa amarah, dan kedegilan hati.
Wednesday, March 4, 2009
Kuda Sombong
Seorang mahasiswa yang segera akan menyelesaikan pendidikan seminarinya mengikuti kegiatan field school atau KKN (kuliah kerja nyata) di sebuah daerah pelosok yang jauh dari kota. Penempatan di daerah pedalaman ini antara lain untuk pendidikan mental pemuda yang agak sombong ini karena dia berasal dari keluarga berada di kota besar.Dalam perjalanan dengan bis penumpang umum menuju sebuah desa dia duduk berdekatan dengan seorang ibu petani yang terus memangku sebakul jagung.“Bu, hanya sebakul jagung saja sampai dipangku seperti itu.
Kenapa tidak ditaruh di lantai saja?” kata pemuda kota ini.“Ini makanan pokok kami yang paling berharga,” jawab ibu petani itu.“Makanan berharga? Kalau di kota, jagung hanya untuk makanan kuda,” ujarnya dengan nada sombong.Saat bis mulai memasuki jalan menurun yang berkelok-kelok, pemuda tersebut mulai terserang pusing dan mual sampai akhirnya termuntah-muntah. Rupanya pagi hari itu dia sempat sarapan bubur sayur campur jagung yang kini terlontar keluar.“Supir, berhenti! Ada kuda muntah di samping saya!” teriak ibu petani.[Kiriman: Daisy Kolanus, Jakarta/Wayne Rumambi, Colorado]
Kenapa tidak ditaruh di lantai saja?” kata pemuda kota ini.“Ini makanan pokok kami yang paling berharga,” jawab ibu petani itu.“Makanan berharga? Kalau di kota, jagung hanya untuk makanan kuda,” ujarnya dengan nada sombong.Saat bis mulai memasuki jalan menurun yang berkelok-kelok, pemuda tersebut mulai terserang pusing dan mual sampai akhirnya termuntah-muntah. Rupanya pagi hari itu dia sempat sarapan bubur sayur campur jagung yang kini terlontar keluar.“Supir, berhenti! Ada kuda muntah di samping saya!” teriak ibu petani.[Kiriman: Daisy Kolanus, Jakarta/Wayne Rumambi, Colorado]
Pesan moral: Pepatah lama mengatakan, setiap kesombongan selalu ada harganya! Kerap kali kesombongan mesti dibayar dengan uang, terkadang dengan rasa malu. “Tuhan itu tinggi, namun Ia melihat orang yang hina, dan mengenal orang yang sombong dari jauh” (Mazmur 138:6)
Thursday, November 20, 2008
The Best Poem of 2006
This poem was nominated by UN as the best poem of 2006, Written by an African Kid
When I born, I black
When I grow up, I black
When I go in Sun, I black
When I scared, I black
When I sick, I black
And when I die, I still black
And you white fellow
When you born, you pink
When you grow up, you white
When you go in sun, you red
When you cold, you blue
When you scared, you yellow
When you sick, you green
And when! You die , you gray
And you calling me colored?
When I born, I black
When I grow up, I black
When I go in Sun, I black
When I scared, I black
When I sick, I black
And when I die, I still black
And you white fellow
When you born, you pink
When you grow up, you white
When you go in sun, you red
When you cold, you blue
When you scared, you yellow
When you sick, you green
And when! You die , you gray
And you calling me colored?
Subscribe to:
Posts (Atom)